Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) memiliki peran strategis dalam perekonomian Indonesia. Kontribusinya tidak hanya dalam menyerap tenaga kerja, tetapi juga dalam menopang stabilitas ekonomi nasional. Namun, salah satu tantangan utama yang dihadapi UMKM adalah kepatuhan pajak. Untuk menjawab tantangan tersebut, pemerintah menghadirkan kebijakan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Final sebesar 0,5% dari peredaran bruto. Melalui kebijakan terbaru, tarif ini akhirnya dapat digunakan hingga tahun 2029.
Tarif PPh Final 0,5% pertama kali diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018. Aturan ini diperuntukkan bagi UMKM dengan omzet tahunan tidak lebih dari Rp4,8 miliar. Skema tersebut dibuat sederhana, yakni menghitung pajak berdasarkan persentase tertentu dari omzet, tanpa harus membuat pembukuan yang rumit.
Awalnya, tarif PPh Final 0,5% hanya bisa digunakan dalam jangka waktu terbatas, yaitu:
Setelah masa berakhir, UMKM diwajibkan beralih ke mekanisme pembukuan dengan tarif umum.
Melihat kondisi UMKM yang masih membutuhkan dukungan untuk tumbuh, pemerintah melalui Kementerian Keuangan dan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memperpanjang masa berlakunya tarif PPh Final 0,5% hingga 2029.
Kebijakan ini memberikan kepastian hukum bagi pelaku usaha kecil sehingga mereka tetap dapat menggunakan skema sederhana, asalkan omzet tidak melebihi Rp4,8 miliar per tahun.
Meskipun sederhana, UMKM tetap wajib melaporkan SPT Tahunan. Jika omzet telah melampaui Rp4,8 miliar, maka wajib pajak harus beralih ke sistem pembukuan umum dan tarif normal sesuai Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Perpanjangan tarif PPh Final 0,5% hingga 2029 merupakan langkah strategis pemerintah dalam mendukung UMKM sebagai pilar ekonomi nasional. Kebijakan ini diharapkan mampu meningkatkan kepatuhan pajak sekaligus memberi ruang bagi UMKM untuk tumbuh dan berkembang sebelum masuk ke skema perpajakan yang lebih kompleks.