Sumbangan sering dipandang sebagai wujud kepedulian dan tanggung jawab sosial wajib pajak terhadap masyarakat. Namun, dalam konteks perpajakan, tidak semua bentuk sumbangan otomatis diakui sebagai pengurang pajak. Pemerintah Indonesia telah menetapkan ketentuan ketat mengenai jenis sumbangan apa yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto, termasuk syarat dan batasannya.
Aturan ini bertujuan menjaga keseimbangan antara dorongan untuk beramal dan kepatuhan fiskal, agar niat baik tidak disalahgunakan menjadi alat penghindaran pajak.
Oleh karena itu, memahami tata cara dan syarat pengurangan sumbangan dari penghasilan bruto menjadi hal penting bagi setiap wajib pajak, baik orang pribadi
Ketentuan mengenai pengurangan sumbangan dari penghasilan bruto diatur dalam beberapa regulasi, di antaranya:
Tidak semua sumbangan dapat diakui sebagai pengurang penghasilan bruto. Hanya beberapa jenis sumbangan tertentu yang diatur secara eksplisit dalam peraturan perpajakan, yaitu:
Agar sumbangan dapat diakui sebagai pengurang penghasilan bruto, wajib pajak harus memenuhi syarat-syarat berikut secara kumulatif:
Nilai sumbangan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dibatasi paling banyak 5% (lima persen) dari penghasilan neto fiskal tahun pajak sebelumnya.
Sebagai contoh, apabila penghasilan neto fiskal wajib pajak pada tahun sebelumnya sebesar Rp 1.000.000.000, maka jumlah maksimal sumbangan yang dapat dikurangkan adalah Rp 50.000.000.
Apabila sumbangan diberikan dalam bentuk barang, maka penilaiannya ditentukan berdasarkan:
– Nilai perolehan, jika barang belum disusutkan.
– Nilai buku fiskal, jika barang sudah disusutkan.
– Harga pokok penjualan (HPP), jika barang merupakan hasil produksi sendiri.
Beberapa pembatasan yang perlu diperhatikan antara lain:
– Sumbangan tidak boleh diberikan kepada pihak yang memiliki hubungan istimewa.
– Sumbangan yang tidak termasuk dalam lima kategori resmi tidak dapat diakui sebagai pengurang.
– Jika dokumen bukti tidak lengkap, maka sumbangan tersebut akan ditolak.
PT Sejahtera Makmur memiliki penghasilan neto fiskal tahun 2024 sebesar Rp 10.000.000.000. Pada tahun 2025, perusahaan memberikan sumbangan untuk fasilitas pendidikan sebesar Rp 600.000.000.
Sesuai ketentuan, batas maksimal pengurangannya adalah 5% × Rp 10.000.000.000 = Rp 500.000.000.
Dengan demikian, hanya Rp 500.000.000 yang dapat diakui sebagai biaya pengurang dalam penghitungan pajak.
Â
1. Perbedaan interpretasi antar-regulasi.
2. Beban administrasi yang tinggi.
3. Batas 5% yang dianggap terlalu kecil.
4. Risiko penyalahgunaan oleh wajib pajak.
Â
Pemerintah memberikan peluang bagi wajib pajak untuk menyalurkan sumbangan dan tetap mendapatkan manfaat fiskal. Namun, setiap pengurangan pajak harus dilakukan secara transparan, terukur, dan sesuai aturan.
Dengan memahami ketentuan tentang pengurangan sumbangan dari penghasilan bruto, wajib pajak tidak hanya berbuat baik, tetapi juga berkontribusi dalam menjaga integritas sistem perpajakan nasional.